Kadang benar-benar niat Kadang hanya menulis apa yang terpikir Kadang cuma sekedar caci maki Kadang ungkapan cinta Kadang hanya ingin pamer...

Friday, March 17, 2006

Undang-Undang Pornografi/Pornoaksi -- Apa isinya?

Dua hari yang lalu saya mendapat forward alamat website petisi tolak RUU pornoaksi/pornografi. Sayangnya di site tersebut tidak menyebutkan rincian RUU yang mereka tolak ini. Petisi tersebut melalui internet sudah ditandatangani oleh ribuan orang. Tapi saya tidak tahu apakah mereka yang menandatangani petisi tersebut juga sudah membaca isi RUU anti pornografi yang diajukan. Saya sendiri penasaran. Pernah ada yang mem-forward RUU pornografi tersebut pada saya, tapi saya hanya membacanya sekilas, dan saya juga tidak tahu apakah yang dikirimkan teman saya tersebut valid dan lengkap. Yang saya ingat disana disebutkan larangan berciuman di depan umum; membuat karya seperti tulisan/sastra, film, yang di dalamnya mendeskripsikan adegan berciuman sampai berhubungan seksual. Selanjutnya dari teman saya yang lain lagi, mengatakan bahwa nanti jika RUU tersebut disahkan, orang tak diperkenankan lagi memakai pakaian-pakaian seperti tank-top, lekbong, rok mini. Waktu mendengar itu saya setengah tidak percaya. Walaupun saya bukan orang yang sering memakai tank-top kemana-mana, rasanya kok berlebihan sekali peraturan itu.
Saya tidak merasa RUU itu benar, tapi saya juga tidak menandatangani petisi tolak RUU anti pornografi atau pornoaksi tadi. Jadinya saya mencari-cari isi RUU yang sebenarnya. Sejauh ini hanya ini yang saya dapat:

“Kompas 25 feb 06
Pasal 1 RUU ini menyebutkan, pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika. Pasal 2 menyebut, pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum.
Pasal 4 isinya: Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan /atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa. Sedangkan Pasal 25 (1) berbunyi: setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.
Di dalam bagian penjelasan dijelaskan apa yang dimaksud dengan bagian tubuh yang sensual. Penjelasan Pasal 4: Yang dimaksud dengan bagian tubuh tertentu yang sensual antara lain adalah alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar, dan payudara perempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya.”

Mungkin isi dari RUU APP yang disebarluaskan di media sudah di saring sedemikian rupa sehingga yang dimuat hanya peraturan-peraturan yang dianggap berlebihan atau melanggar hak-hak warganegara, dsb. Tapi sebenarnya apa saja isinya? Yakin kita bukan sudah ‘termakan’ oleh media?

Kembali pada petisi anti RUU-APP tadi, seperti yang dilakukan media-media yang memangkas RUU-APP untuk disebarluaskan, saya juga memangkas isi petisi tersebut, karena terlalu panjang jika dimuat disini:
“…kami mendukung sepenuhnya pengaturan akan hal pornografi/pornoaksi ini, selama itu masih di dalam wilayah publik, dan sama sekali tidak mencampuri hak pribadi seseorang untuk mengekspresikan nilai-nilai yang dia pegang, selama pengekspresiannya itu dilakukan dengan cara yang tidak menganggu orang lain secara langsung.
KAMI MENOLAK DAN MEMINTA REVISI TOTAL TERHADAP RUU ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI YANG TELAH DENGAN LANCANG MEMASUKI WILAYAH PRIBADI DARI SEORANG WARGA NEGARA.
Kami mendukung pemberantasan pornografi dan pornoaksi di dalam wilayah publik, seperti misalnya pemberantasan tabloid-tabloid porno, siaran televisi yang mengumbar nafsu, dan sejenisnya.
Tapi TIDAK PENGATURAN MENGENAI APA DAN BAGAIMANA SEORANG WARGANEGARA ITU HARUS BERPAKAIAN, ATAU DALAM PROSES BERKREATIVITAS SENI SESEORANG, ATAU SEGALA JENIS AKTIVITAS YANG TERMASUK DALAM WILAYAH PRIBADI SESEORANG.”
Selengkapnya bisa dilihat disini: http://www.petitiononline.com/ruuapp/petition.html

Menurut saya mah yah… ini mah menurut saya..
Kalau dilihat dari aturan-aturan agama Islam, wajar saja ada UU-APP seperti itu, sampai-sampai warga tidak boleh mengenakan tank-top mah, da atuh wajar..
TAPI… walaupun negara kita mayoritas warganegaranya beragama Islam, kita tidak pernah mendirikan Indonesia berdasarkan hukum Islam. (atau diam-diam memang iya?). Atau memang mau merubah dasar negara Indonesia berdasarkan hukum Islam? Saya sih monggo aja, tapi kalau memang mau begitu ya bilang-bilang dulu sama penduduknya.

Silahkan bilang saya tidak punya pendirian, hehe.. Saya tidak sepenuhnya mendukung RUU-APP karena sampai saat ini saya tidak mendapatkan informasi (yang menurut saya) jelas apa saja isinya. Tetapi saya juga tidak turut ‘menandatangani’ petisi tersebut, lagi-lagi karena saya tidak tahu apa saja isi RUU-APP tersebut.

Maksud saya, nek wong meh padu ki yo digenahke sek masalahe.. Ning yo biasane wong nek padu ki yo amargo ora nggenah masalahe.

9 Comments:

Anonymous Anonymous said...

(Dikutip dari: Harian RADAR Banjarmasin, Jum’at, 26 Oktober 2007)

Strategi Paradigma Baru Kongres Cerpen Indonesia V
(Studi Kasus: Polemik Ukuran Nilai Sastra)
Oleh Qinimain Zain

FEELING IS BELIEVING. ILMU diukur dari kekuatannya merumuskan hukum-hukum yang berlaku umum dan hubungannya atas kenyataan, seni dinilai dari pergulatannya dengan hal-hal yang partikular dan penciptaannya atas sesuatu yang belum ada dalam kenyataan (Nirwan Ahmad Arsuka).

JUM’AT, Sabtu dan Minggu, 26-28 Oktober 2007 ini, berlangsung Kongres Cerpen Indonesia V di Taman Budaya, Banjarmasin, yang rencana dibuka orasi budaya oleh Wakil Gubernur Kalimantan Selatan, HM Rosehan Noor Bachri, yang dihadiri ratusan sastrawan, budayawan dan intelektual seluruh Indonesia. Dan, panitia sudah memastikan akan tampil pembicara hebat seperti Lan Fang, Korie Layun Rampan, Jamal T. Suryanata, Agus Noor, Saut Situmorang, Nirwan Ahmad Arsuka, Ahmadun Yosi Herfanda, Katrin Bandel, dan Triyanto Triwikromo. Dari forum ini diharapkan banyak masukan kemajuan. Sedang, tulisan ini hanyalah oleh-oleh kecil dari saya (Kalsel) akan masalah polemik panjang Taufiq Ismail-Hudan Hidayat yang masih jadi ganjalan.

Polemik adalah fenomena biasa. Namun, untuk memecahkan dan menjelaskannya polemik sastra (baca: seni) menonjolkan seks sekalipun, harus berdasar sistem ilmu pengetahuan. Jika tidak, hasilnya berbantahan dan sakit hati berkepanjangan. Artinya, bagaimana pun harus dengan kritik akademis, yang diharapkan mampu memberi jalan ke arah penyehatan kembali kehidupan kesusastraan.

Lalu, apa kesulitan sesungguhnya memecahkan hal seperti ini?

Kembali berulang-ulang memberitahukan (dan tidak akan bosan-bosan - sudah ratusan pemecahan), akar masalahnya adalah sebelum tahun 2000, (ilmu) pengetahuan sosial belum dapat disebut sebuah ilmu pengetahuan, karena tidak memenuhi Total Qinimain Zain (TQZ) Scientific System of Science yaitu memiliki kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum (kecuali Teori Hirarki Kebutuhan Abraham H Maslow, proposisi silogisme Aristoteles, dan skala Rensis A. Likert tanpa satuan, belum cukup monumental). Adalah tidak mungkin menjelaskan sebuah fenomena apa pun tanpa kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum, mendukung sistemnya. (Definisi klasik ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur. Paradigma baru, TQZ ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur membentuk kaitan terpadu dari kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum yang rasional untuk tujuan tertentu).

YANG baik tidak dapat terletak dalam pertanyaan sendiri, melainkan harus dalam jawaban (Robert Spaemann).

Mengenai polemik. Inti pertentangan adalah beda pandangan akan nilai kebenaran sesuatu. Menurut Eric Johnson, setiap orang selalu mempunyai reference point atau titik referensi, yaitu apa yang sudah dialami, diketahui atau diyakininya. Artinya, bila titik referensi seseorang atau kelompok masyarakat dengan orang atau kelompok yang lain tentang sesuatu berbeda, apalagi dimuati kepentingan, polemik mungkin terjadi. Namun sesungguhnya, seorang pribadi dan sebuah kelompok masyarakat yang bahagia, bukan disebabkan tidak adanya pertentangan, tetapi karena tidak adanya keadilan kebenaran. Jadi yang penting dalam pertentangan, mengetahui keadilan pandangan kebenaran pribadi seseorang dihadapkan dengan pandangan orang lain yang berseberangan akan sesuatu hal itu. Artinya, untuk menengahi sebuah pertentangan dan menentukan nilai kebenarannya agar obyektif, harus berdasar kerangka referensi pengetahuan pengalaman yang teratur, yang tak lain sebuah sistem ilmu pengetahuan.

SETIAP kebijaksanaan harus bersedia dipertanyakan dan dikritik oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan lain. Keberlakuan universal harus dapat membuktikan diri dalam konfrontasi dengan mereka yang berpikir lain (Benezet Bujo).

Dalam paradigma TOTAL QINIMAIN ZAIN: The Strategic-Tactic-Technique Millennium III Conceptual Framework for Sustainable Superiority (2000), TQZ Philosophy of Reference Frame, terdapat jumlah lima fungsi, berurutan, berkaitan, dan satu kesatuan, kebenaran sesuatu dinilai berdasar titik referensi (1) How you see yourself (logics), (2) How you see others (dialectics), (3) How others see you (ethics), (4) How others see themselves (esthetics), sampai ke level (5) How to see of all (metaphysics), yang harus ditanyakan sebelum keputusan menjatuhkan nilai kebenaran sesuatu dalam pertentangan.

Di sini terdapat hubungan dan pergeseran referensi nilai kuantitatif dengan kualitatif. Dari level logics (benar) yang kuantitatif, ke dialectics (tepat), kemudian ethics (baik), lalu esthetics (bagus), sampai ke level metaphysics (abadi) yang semakin kualitatif. Atau, penekanan referensi sesuatu bergeser dari nilai kebenaran kelompok besar menjadi lebih secara satuan individu, dari hal bersifat konkrit (logika) menjadi abstrak (metafisik). Nampak jelas pula, sesuatu yang dianggap benar oleh seseorang atau sekelompok orang, bisa dianggap tidak benar oleh yang lain karena mempunyai titik referensi yang berbeda. Atau malah, sesuatu yang dianggap benar oleh seseorang atau sekelompok orang, tetapi tidak tepat bagi yang lain, tepat tetapi tidak baik, baik tetapi tidak bagus, dan mungkin saja bagus tetapi dianggap tidak abadi sebagai kebenaran suatu keyakinan tertentu. Dan, jika sampai pada keyakinan nilai kebenaran abadi, ini sudah sangat subyektif pribadi. (Sudut pandang level How you see yourself dan How you see others, How others see you dan How others see themselves, adalah subyektif karena dalam sudut pandang reference object dan reference direction, sedang How to see of all, adalah lebih obyektif, level adil).

Ada paradoks di sini. Semakin menilai kebenaran sesuatu mengutamakan kepentingan umum (kuantitatif) akan meniadakan kepentingan pribadi (kualitatif). Sebaliknya, semakin mengutamakan kepentingan pribadi (kualitatif) akan meniadakan kepentingan umum (kuantitatif). Ini yang harus disadari dalam menghadapi dan dijelaskan menengahi suatu polemik atau pertentangan apa pun, di mana pun dan kapan pun. Dan, sastrawan (baca: seniman) sadar, harga sesuatu karya terletak kemampuannya menciptakan momentum nilai di antara tarik ulur paradoks ini. Antara konvensi dan revolusi, antara pengaruh nilai lama dan mempengaruhi nilai baru.

SENI kemajuan adalah mempertahankan ketertiban di tengah-tengah perubahan, dan perubahan di tengah-tengah ketertiban (Alfred North Whitehead).

Kembali ke polemik ukuran nilai sastra menonjolkan seks. Dalam ilmu pengetahuan sosial paradigma baru TQZ, saya tetapkan satuan besaran pokok Z(ain) atau Sempurna, Q(uality) atau Kualitas, dan D(ay) atau Hari kerja (sistem ZQD), padanan m(eter), k(ilo)g(ram), dan s(econd/detik) ilmu pengetahuan eksakta, sistem mks). Artinya, kebenaran sesuatu bukan hanya dinilai skala kualitasnya (1-5Q dari sangat buruk, buruk, cukup, baik, dan sangat baik), tetapi juga sempurnanya (1-5Z, sangat tidak sempurna, tidak sempurna, cukup sempurna, mendekati sempurna, dan sempurna dari lima unsur fungsi TQZ, yang untuk TQZ Philosophy yaitu logics, dialectics, ethics, esthetics, dan metaphysics secara berurut). Artinya, kekurangan atau keburukan salah satu fungsi membuat suatu karya nilainya tidak sempurna.

Contoh, definisi paradigma lama, kesusastraan adalah tulisan yang indah. Paradigma baru, nilai keindahan tidak lengkap kalau tidak dikaitkan dengan unsur kebenaran, ketepatan, kebaikan, dan keabadian. Kini, definisi TQZ kesusastraan adalah seni tulisan yang benar, tepat, baik, bagus (indah), dan abadi secara sempurna. Artinya, bila ada pertentangan nilai akan karya sastra (juga yang lain), menunjukkan karya itu memiliki salah satu atau lebih unsur filsafatnya buruk, sebagai sebuah karya yang sempurna. (Memang, sah saja penulis mengejar keunikan atau kebaruan pribadi, mengeksploitasi unsur seks dalam karyanya. Mungkin saja berkualitas segi logika cerita, dialektika nilai, keindahan teknis penulisan dan karya monumental (abadi) suatu genre sehingga juara dalam satu perlombaan. Tetapi dalam paradigma TQZ, tidak sempurna karena abai unsur etika).

Sekarang jelas, yang dikejar penulis mana pun, bukan sekadar ukuran nilai kualitas beberapa unsur, tetapi karya dengan kualitas nilai kebenaran (lima unsur yang) sempurna. Inilah titik kerangka referensi bersama menilai karya sastra (dan juga apa pun) dalam sistem ilmu pengetahuan paradigma baru.

SEKOLAH dan kuliah, seminar dan training, buku dan makalah, ulasan dan kritikan, tanpa menyertakan alat metode (sistem ilmu pengetahuan) pelaksanaannya hanyalah dorongan mental yang membosankan, yang tidak efektif, efesien dan produktif (Qinimain Zain).

BAGAIMANA strategi Anda?

*) Qinimain Zain – Scientist & Strategist, tinggal di Banjarbaru – Kalsel, e-mail: tqz_strategist@yahoo.co.id (www.scientist-strategist.blogspot.com)

06 October, 2008 12:54

 
Anonymous Anonymous said...

aku kok bingung....wong isih anggo klambi kok dinggo masalah..mungkin sesuk wong ambegkan/bernafas juga jadi masalah..hehehe UU pornografi pornoaksi ada-ada aja, tapi yowis aku manut wae, aku wong non-muslim nek negarane arep di dasarke islam yo rapopo...tak tompo kanthi legowo... ning aku tetep neng grejo...mboh mbokmenowo grejone didadeke mesjid yo rapopo...Gusti Mberkati ^_^

01 November, 2008 10:23

 
Blogger Frits R Dimu Heo, SH,MSi said...

Saya Setuju adanya UU Pornografi ini namun setelah disyahkan masih saja ada kontra. Hal ini terjadi hal ini karena :
Dalam Pasal 1 Ayat 1 definisi Pornografi adalah sangat luas; kata membangkitkan hasrat seksual, yang konkrit yang macam bagaimana ? tapi untunglah dalam Pasal 14 memberikan kelonggaran untuk kepentingan seni dan adat istiadat ritual boleh dilanggar.
Karena itu menjadi PR bagi pemerintah untuk membuat peraturan pelaksananya mengenai apa-apa saja yang dapat dikategorikan pornografi /pornoaksi jangan-jangan pake celana pendekpun juga disebut porno…dan bagaimana cara ijin untuk kepentingan adat, seni mendapat ijin….

03 November, 2008 12:59

 
Anonymous Anonymous said...

cih!
gw setuju!
itu terlalu lebay bgt... masa ga boleh pake rok mini, celana pendek, or apa2 lah~ diskriminasi banget, apalagi lok anak d bawah 18 thn masi dianggap anak kecil... cih... lok iza y gw tolak... y, secara umur, gw emang lum boleh pake kae gituan... tp kn hargai privacy jg dunkz XD
hehe.. cuma mengemukakan pendapat jah~ tp mana iza ditolak jg T.T gag adil...

04 November, 2008 15:59

 
Anonymous Anonymous said...

Apa-apaan dengan adanya pengaturan berpakaian?? Parah banget...
Di mana pemerintah mulai menggunakan OTAKNYA?
Kita di sini tidak hanya 1 agama,Islam yang semua penganutnya harus berjilbab dan ber rok panjang. Kita semua dari berbagai suku ras agama, dll. Kalau seperti ini pemerintah mulai melakukan diskriminasi agama dan melanggar HAM WNI non Islam.
Dan sekedar tambahan saja, bahwa orang-orang ga bener bisa dari berbagai kaum, tidak hanya orang-orang berpakaian celana pendek atau rok saja yang tidak bener, bisa jadi orang-orang berrok panjang juga menjadi salah satu oknum-oknum yang ga bener bak serigala berbulu domba!!!

CAMKAN itu WAHAI SAUDARA SEKALIAN.
Bangkitkan keadilan di sini!!
Hilangkan diskriminasi!!!
Tolak UU APP!!!

10 November, 2008 22:49

 
Anonymous Anonymous said...

Pokoke cara berpakaian kalau diatur2 awak tak se7!!!
Hancurkan saja!!!

10 November, 2008 22:51

 
Blogger rusdarmawan, nanang rusdarmawan, rus dharmawan, rusdh@yahoo.com said...

punya pistol aja di atur. jalan di jalan raya juga di atur. nah kalo ga' diatur orang seenaknya tembak dor dor dor, juga kalo lalulintas dibiarkan bebas,pasti banyak juga tjd kecelakaan.
emang sih, moral tergantung pribadi masing-masing. tapi UU Pornografi Pornoaksi ga terlalu ngurusin moral. yg diurusin adalah produk dan kegiatan yang berbau pornografi dan pornoaksi. banyak kasuslah kalo kita mau liat: betapa nideo-video mesum, gambar vulgar telah merangsang libido anak-anak SD dan SMP sehingga mereka seenaknya main kelamin. Yang enak laki-laki, tapi perempuan ? bagi perempuan tidak setiap ML bikin enak, kecuali kalo pasangannya mau negrti perempuan. laki-laki seringkali langsung tancap tanpa mau tahu sudah IN belum perempuan. e ... si perempuan belum apa-apa, giliran laki-laki yang langsung Crottt ...
tentu saja itu menyakitkan perempuan kan ? hal yang lain yang lebih menyakitkan adalah: sehabis ML perempuan akan merasa STRESS (karena belum resmi), Stressnya luar biasa. Jika digugurin, maka rusaklah RAHIMnya atau kandungannya. kalo ga' digugurin, maka ia akan malu. jika tetap dipelihara kandungannya hingga melahirkan: maka perempuan belum siap baik psikis maupun finansial. nah bagi laki-laki ? laki-laki tinggal enak-enak aja dan EGP. perempuan selalu menjadi korban yang sangat tragis dalam hal SEKS BEBAS. belum lagi jika tertular penyakit kelamin yang kotor dan AIDS. Nah ... jika anda memiliki anak perempuan, maka mungkinkah anda membiarkan anak perempuan anada untuk dibebaskan dan disuruh mencari yang baik dan yang buruk sendiri, tanpa diatur ORTU ?

11 November, 2008 12:03

 
Blogger Unknown said...

Gitu aja ko repot....kita hidup bukan dijama batu yang begitu tabu...tidak peduli lu pake baju apa ga.....trus ada aturan yang menjaga moralitas diri orang - orang ( masyarkatnya ( wanita ) ko didebatin..... memang berpakaian tu urusan pribadi( HAM )...dalam segi apa berpakaian yang baik..pake celana dalam n Bh doang trus jalan dipantai....diman harga diri kamu.....Hean saja diberikan kulit yang penuh dengan bulu agar tidak terlalu kelihatan bentuk sensualnya dan menajdi indah...bayangkan z kalau burung merak tidak dihiasi bulu yang indah ...atau tidak berbulu...kan aneh...apa kita mau jadi hewan...pikir dong honey dengan car positif.....kebebasan ada batsanya dan semu kebebasn yang kita lakukan pasti dipertanggung jawabkan didunia dan di akhirat....kita bertuhan ga....ke Ber Tuhan taatilah kalau ga dari mana kamu bisa ada...bagaimana kamu bisa hidup...

09 December, 2008 07:19

 
Anonymous Anonymous said...

Ulasan ttg "Aturan tindak pidana dalam UU Pornografi dan UU ITE tentang informasi elektronik bermuatan Pornografi" dapat disimak pada : www.ronny-hukum.blogspot.com

Terima kasih.

04 April, 2009 08:55

 

Post a Comment

<< Home