Genduk Cempluk Pt.3-- Kalen Tunggil Lemu dan Bakul-bakul Para Tetangga
Benar kan? Si Mbok nanya macam-macam pagi ini. bahkan sebelum aku mengumpulkan segenap nyawa. Masiiihh saja nanya-nany tadi malam aku pergi kemana. Padahal si Mbok sudah tau kebiasaanku pergi ke kalen priyayi malam-malam.
"Iyyaa.. tapi kan kamu pergi sendiri, tidak lagi bersama jeng Kinten."
"Alaah.. apa bedanya, wong ya aku masih bisa pergi sendiri"
Si mbok geleng-geleng. aku cepat-cepat pergi membawa bakul cucian. waktunya bercengkerama dengan kalen lagi. hari ini ada dua bakul cucian yang harus aku bereskan. tapi ya ndak mungkin to aku bawa semua sekaligus. perjalanan dari rumah ke kalen tunggil lemu naik turun tujuh kali.
Pagi ini tugasku dua bakul cucian. Bisa dibilang ini hari yang tidak sibuk. bakul pertama milik keluarga Angin Kelikir, bakul kedua milik keluarga Atmo. Keluarga Angin Kelikir 'baru' memiliki 6 anak setelah Angin menikahi anak gadis keluarga Ranjaya, Sri Mukus, 7 tahun yang lalu. Jeng Mukus kini tengah hamil 5 bulan. Keluarga Atmo, sebaliknya belum punya anak sejak berkeluarga 13 tahun yang lalu. Makanya hanya mengisi bakul cucian seminggu sekali. satu bakul cucian keluarga Atmo dalam satu minggu sama dengan satu bakul cucian keluarga Angin dalam satu hari.
Kebaya merah.. tipis dan cantik. Yang seperti ini aku harus hati-hati. tidak boleh sembarangan dikucek di atas batu. harus aku celup di air berulang-ulang. tidak boleh dikucek mlintir. Aku memulai dengan bakul Bu Atmo. Bu Atmo memang punya banyak pakaian cantik. Tentunya mereka punya uang lebih karena tidak punya anak. Bu Atmo, atau dulu biasa dipanggil Sariah, memang pesolek. Seleranya bagus. Hmm.. kecuali seleranya terhadap laki-laki.. tapi itu menurutku.. Ah sayang sekali.. karena yang kutahu Pak Atmo itu... (bersambung)